Sutradara Thailand Mengapresiasi Vino G Bastian dalam Versi Indonesia dari Shutter

Entertainment

Sutradara Banjong Pisanthanakun mengungkapkan kekagumannya terhadap akting Vino G. Bastian yang berperan sebagai tokoh utama dalam film Shutter versi Indonesia. Film ini merupakan adaptasi kedua dari sutradara asal Thailand tersebut, setelah sukses dengan film Kang Mak from Pee Mak. Vino, sebagai pemeran utama, membawa karakter Darwin ke dalam kehidupan nyata dengan cara yang memikat dan autentik.

Dalam Shutter, Vino berperan sebagai Darwin, seorang fotografer yang mulai melihat keanehan dalam jepretan kameranya, terutama sosok bayangan putih yang misterius. Karakter ini sebelumnya dikenal dalam versi Thailand yang diperankan oleh Ananda Everingham sebagai Tun, sehingga ekspektasi penonton terhadap film ini cukup tinggi. Adaptasi ini diharapkan dapat memberikan nuansa baru tanpa menghilangkan citra aslinya.

Banjong mengungkapkan bahwa ia merasa Vino adalah pilihan yang tepat untuk memerankan Darwin. Dia percaya bahwa kemampuan Vino untuk menyampaikan ekspresi lembut dan ramah sejalan dengan karakter yang diperlukan. Selain kemampuan aktingnya, Banjong juga merasa karakter ini memiliki sisi kelam yang harus ditampilkan dengan baik, dan ia yakin Vino mampu melakukannya.

Perjalanan Kisah Horor yang Terinspirasi dari Budaya Asli

Shutter bercerita tentang kehidupan sepasang kekasih yang diwarnai dengan suasana horor dan ketegangan. Cerita dimulai ketika Darwin dan pacarnya, Pia, menjalani hidup sehari-hari sebagai pasangan muda. Namun, kehidupan mereka terguncang setelah mengalami kecelakaan yang melibatkan seorang perempuan yang menyeberang jalan. Keputusan untuk melanjutkan perjalanan pasca kecelakaan tersebut membawa mereka ke dalam situasi yang aneh dan menakutkan.

Pasangan ini mulai merasakan kehadiran sosok misterius setelah insiden tersebut, di mana setiap kali Darwin memotret, bayangan perempuan itu muncul dalam foto-fotonya. Ini menunjukkan bahwa tindakan mereka telah mengundang ketidakberdayaan yang tak terduga. Perasaan ketakutan ini diperkuat dengan elemen-elemen visual yang menjadi ciri khas film horor, menciptakan ketegangan yang berkelanjutan.

Penting untuk dicatat bahwa film ini tidak hanya menawarkan ketegangan visual, tetapi juga menggali sisi emosional dari karakter-karakternya. Penonton diajak mengikuti perjalanan psikologis Darwin dan Pia, mengamati bagaimana mereka berjuang dengan rasa bersalah dan ketakutan yang terus menghantui mereka setelah kecelakaan. Hal ini memberikan dimensi yang lebih dalam pada cerita dan bisa dijadikan bahan refleksi untuk penonton.

Pembaruan dan Interpretasi Terbaru dari Cerita Klasik

Banjong merasa bersemangat untuk melihat bagaimana interpretasi Shutter dalam konteks yang lebih modern, terutama setelah dua dekade dari perilisan film aslinya. Ia menyadari bahwa teknologi fotografi dan pemahaman tentang fenomena supranatural telah berkembang pesat. Dengan lebih banyak alat dan teknik yang tersedia, harapannya film ini mampu menggambarkan kehadiran hantu dengan cara yang lebih menarik.

Dari perspektif pembuat film, tantangan terbesar adalah menjaga esensi asli dari cerita sambil menambahkan elemen baru yang relevan. Banjong berharap untuk mengeksplorasi bagaimana rasa takut yang ternyatakan dalam foto berfungsi dalam konteks sosial dan budaya masyarakat saat ini. Oleh karena itu, Shutter berupaya menjadi perwakilan dari era baru, namun tetap menghormati warisan yang ada.

Dari sudut pandang penonton, tantangan ini juga menjadi representasi dari kesenjangan antara nostalgia dan inovasi. Penonton yang pernah menonton versi asli diharapkan dapat menghargai perubahan yang dibawa, sedangkan yang baru mengenal cerita ini akan memperoleh pengalaman yang lebih segar. Dengan memperkenalkan berbagai innovasi dalam teknik bercerita, film ini berusaha menjangkau audiens yang lebih luas.

Kolaborasi Antara Rumah Produksi dan Harapan ke Depan

Shutter menjadi bagian dari kolaborasi terbaru antara Falcon Pictures dan GDH, yang sebelumnya telah berhasil dengan Kang Mak from Pee Mak. Kerja sama ini menunjukkan komitmen kedua perusahaan dalam mempersembahkan film berkualitas kepada penonton. Dengan membangun reputasi dan kepercayaan, mereka berharap film ini akan membawa cerita horor Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi.

Film ini dijadwalkan tayang pada tanggal 30 Oktober di bioskop-bioskop seluruh Indonesia, dan banyak penggemar sudah tidak sabar menantikan momen tersebut. Rasa penasaran tentang bagaimana elemen horor digambarkan dalam konteks lokal tentunya akan menarik perhatian. Berbagai strategi promosi dan eksposur media diharapkan dapat meningkatkan minat audiens pada film ini.

Menyongsong perilisan Shutter, diskusi mengenai tema-tema dalam film, seperti rasa bersalah dan dampak psikologis dari keputusan yang diambil, diharapkan dapat menciptakan dialog lebih luas di masyarakat. Ini adalah kesempatan bagi penonton untuk tidak hanya menikmati film, tetapi juga melakukan refleksi terhadap perasaan dan tindakan mereka sendiri, serta bagaimana itu terhubung dengan berbagai kepercayaan dalam budaya.